Sabtu, 11 Juni 2011

Proses Peradilan Militer

Peradilan Militer merupakan pelaksanaan kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara.
Alasan adanya pengadilan militer :
1. aturan mengenai peradilan militer sudah tidak sesuai dengan UU kekuasaan kehakiman
2. peradilan militer merupakan pelaksana kekuasana kehakiman dilingkungan angkatan militer ( psl 8 UU No 31/97 )
Adapun proses peradilan pidana militer
1. Penyidikan
Yaitu terdiri dari atasan yang Berhak Menghukum, Polisi Militer, dan Oditur (pasal 69 UU No 31/1997). Seorang Penyidik berwenang melakukan penangkapan. Penangkapan terhadap Tersangka di luar tempat kedudukan Atasan yang Berhak Menghukum yang langsung membawahkannya dapat dilakukan oleh penyidik setempat di tempat Tersangka ditemukan, berdasarkan permintaan dari Penyidik yang menangani perkaranya. Pelaksanaan penangkapan dilakukan dengan surat perintah (pasal 75 UU No 31/1997)
Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah, penggeledahan pakaian, atau penggeledahan badan dan penyitaan. Pelaksanaan penyitaan dilakukan dengan surat perintah.
Dalam penyelidikan, Penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau jawatan atau pengangkutan apabila benda tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa (pasal 96 UU No 31/1997)
2. Penyerahan Perkara
Perwira yang menyerahkan perkara adalah Panglima, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Panglima selaku Perwira Penyerah Perkara tertinggi melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan wewenang penyerahan perkara oleh Perwira Penyerah Perkara lainnya. Berdasarkan pendapat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (1), Perwira Penyerah Perkara mengeluarkan:
a. Surat Keputusan Penyerahan Perkara;
b. Surat Keputusan tentang Penyelesaian menurut Hukum Disiplin Prajurit; atau
c. Surat Keputusan Penutupan Perkara demi kepentingan hukum.
3. Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
a. Persiapan Persidangan
Dilakukan sesudah Pengadilan Militer/Pengadilan Militer Tinggi menerima pelimpahan berkas perkara dari Oditurat Militer/Oditurat Militer Tinggi, Kepala Pengadilan Militer/Kepala Pengadilan Militer Tinggi segera mempelajarinya, apakah perkara itu termasuk wewenang Pengadilan yang dipimpinnya.
b. Penahanan
Dalam pemeriksaan sidang tingkat pertama pada Pengadilan Militer/Pengadilan Militer Tinggi, Hakim Ketua berwenang:
1) Apabila Terdakwa berada dalam tahanan sementara, wajib menetapkan apakah Terdakwa tetap ditahan atau dikeluarkan dari tahanan sementara;
2) Guna kepentingan pemeriksaan, mengeluarkan perintah untuk menahan Terdakwa paling lama 30 ( tiga puluh) hari.
c. Pemanggilan
Oditur mengeluarkan surat panggilan kepada Terdakwa dan Saksi yang memuat hari, tanggal, waktu, tempat sidang, dan untuk perkara apa mereka dipanggil. Surat panggilan harus sudah diterima oleh Terdakwa atau Saksi paling lambat 3 (tiga) hari sebelum sidang dimulai. Apabila yang dipanggil di luar negeri, pemanggilan dilakukan melalui perwakilan Republik Indonesia di tempat orang yang dipanggil itu biasa berdiam.
d. Pemeriksaan dan Pembuktian
Dalam pemeriksaan Terdakwa yang tidak ditahan dan tidak hadir pada hari sidang yang sudah ditetapkan, Hakim Ketua meneliti apakah Terdakwa sudah dipanggil secara sah. Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, Hakim Ketua menunda persidangan dan memerintahkan supaya Terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya. Terdakwa ternyata sudah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, Hakim Ketua memerintahkan supaya Terdakwa dihadirkan secara paksa pada sidang berikutnya.
Apabila Terdakwa lebih dari 1 (satu) orang dan tidak semua hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap yang hadir dapat dilangsungkan. Panitera mencatat laporan dari Oditur mengenai pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) kemudian menyampaikannya kepada Hakim Ketua (UU No. 31 tahun 1997 pasal 142)
Pemeriksaan Terdakwa :
1) Pemeriksaan Terdakwa dimulai setelah semua Saksi selesai didengar keterangannya.
2) Apabila dalam suatu perkara terdapat lebih dari seorang Terdakwa maka Hakim Ketua dapat mengaturnya menurut cara yang dipandangnya baik, yaitu :
a) Memeriksa Terdakwa seorang demi seorang dengan dihadiri oleh Terdakwa lainnya,
b) Memeriksa seorang Terdakwa tanpa dihadiri Terdakwa lainnya, Terdakwa yang tidak sedang didengar keterangannya diperintahkan untuk dibawa keluar sidang.
3) Hakim Ketua menanyakan kepada Terdakwa segala hal yang dipandang perlu untuk memperoleh kebenaran materiil.
4) Setelah Hakim Ketua selesai mengajukan pertanyaan-pertanyaan, ia memberikan kesem-patan kepada Hakim-Hakim Anggota, Oditur Penuntut Umum dan Penasihat Hukum secara berturut-turut untuk mengajukan pertanyaan kepada Terdakwa.
5) Hakim Ketua menjaga supaya tidak diajukan pertanyaan yang tidak dibenarkan kepada Terdakwa seperti:
a) Pertanyaan yang menjerat ;
b) Pertanyaan yang bersifat sugestif ;
c) Pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan perkara yang bersangkutan.
d) Pertanyaan yang tidak patut.
Pemeriksaan barang bukti :
1. Setelah pemeriksaan semuai Saksi dan Terdakwa selesai, Hakim Ketua memperlihatkan kepada Terdakwa semua barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu serta menanyakan sangkut paut benda itu dengan perkara untuk memperoleh kejelasan tentang peristiwanya.
2. Bila dipandang perlu barang bukti dapat juga diperlihatkan sebelum pemeriksaan semua Saksi dan Terdakwa selesai.
3. Jika ada sangkut pautnya dengan Saksi tertentu, barang bukti itu diperlihatkan juga kepada Saksi yang bersangkutan.
Berkenaan dengan alat bukti yang sah ialah:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. keterangan terdakwa;
d. surat; dan
e. petunjuk.
Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
e. Penuntutan dan Pembelaan
Sesudah pemeriksaan dinyatakan selesai, Oditur mengajukan tuntutan pidana.
f. Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Rugi
Apabila suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh Pengadilan Militer/Pengadilan Militer Tinggi menimbulkan kerugian bagi orang lain, Hakim Ketua atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkargugatan ganti rugi k epada perkara pidana itu.
g. Musyawarah dan Putusan
Sesudah pemeriksaan dinyatakan ditutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (5), Hakim mengadakan musyawarah secara tertutup dan rahasia. Pelaksanaan musayawarah didasarkan pada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.
Pada dasarnya putusan dalam musyawarah Majelis Hakim merupakan hasil permufakatan secara bulat. Dalam pelaksanaan musyawarah Majelis Hakim, Hakim Anggota yang termuda (dalam kepangkatan) memberikan pandangan, pendapat dan saran urutan pertama disusul oleh Hakim Anggota yang lain, dan Hakim Ketua memberikan pandangan, pendapat dan saran urutan terakhir. Pelaksanaan pengambilan putusan dalam musyawarah Majelis Hakim dicatat dalam Buku Himpunan Putusan. Apabila tidak terdapat mufakat bulat, pendapat yang berbeda dari salah seorang Hakim Majelis dicatat dalam Berita Acara Musyawarah Majelis Hakim.
B. Tata Cara Tuntutan Pidana (Requisitoir) dan Pembelaan (Pledoi):
Sebagaimana di singgung di atas dalam tuntutan dan pembelaan prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Tuntutan (Requisitoir), Pledooi dan duplik disiapkan dalam bentuk tertulis.
2. Apabila Hakim Ketua berpendapat bahwa pemeriksan terhadap Terdakwa, Saksi-saksi, barang-barang bukti dan alat-alat bukti lainnya telah selesai maka Hakim Ketua menyatakan pemeriksaan selesai kemudian memberi kesempatan kepada Oditur Penuntut Umum untuk membacakan tuntutannya.
3. Apabila Oditur Penuntut Umum belum siap, sidang ditunda untuk memberikan waktu kepada Oditur Penuntut Umum untuk menyusun tuntutan.
4. Oditur Penuntut Umum membacakan tuntutannya dengan sikap berdiri, kecuali jika Hakim Ketua menentukan lain. Pada waktu Oditur Penuntut Umum membacakan tuntutannya Terdakwa berdiri dengan sikap sempurna, Terdakwa berdiri dengan sikap sempurna menghadap Hakim Ketua. Setelah selesai membacakan tuntutan Oditur Penuntut Umum menyerahkan kepada Hakim Ketua, Terdakwa atau Penasihat Hukumnya masing-masing satu eksemplar.
5. Hakim Ketua memberikan kesempatan kepada Terdakwa dan atau Penasihat Hukum untuk menanggapi tuntutan Oditur. Pembelaan dapat dibacakan oleh Terdakwa dan Penasihat Hukum secara sendiri-sendiri atau hanya oleh Penasihat Hukum saja. Setelah selesai dibacakan naskah pembelaan (Pledooi) diserahkan kepada Hakim Ketua dan Oditur Penuntut Umum masing-masing satu eksemplar, pembacaan pledooi dibacakan dengan sikap berdiri, apabila dibacakan oleh Terdakwa ia berdiri di sebelah kanan kursi Penasihat Hukum.
6. Terhadap pembelaan dari Terdakwa dan atau Penasihat Hukum, Oditur Penuntut Umum dapat mengajukan jawaban (replik) selanjutnya Terdakwa atau Penasihat Hukum dapat me-ngajukan duplik.
7. Dalam hal mengajukan pidana berdasarkan asas kesatuan penuntutan terutama mengenai perkara berat, sayogyanya Oditur Penuntut Umum mengadakan konsultasi dengan Kabaotmil atau Orjen TNI sebelum tuntutan dalam sidang.

C. Putusan Pengadilan
1. Apabila Majelis Hakim berpendapat bahwa Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka Pengadilan menjatuhkan pidana.
2. Apabila ternyata Terdakwa tidak terbukti bersalah sebagaimana didakwakan kepadanya, maka Pengadilan memutus bebas dari segala dakwaan. Apabila ternyata Terdakwa terbukti bersalah tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Terdakwa, maka Pengadilan memutus lepas dari segala tuntutan hukum.
3. Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Pada waktu putusan pemidanaan/pembebasan/pelepasan diucapkan, harus diikuti dengan ketukan palu satu kali.
4. Besarnya biaya perkara yang dibebankan kepada Terdakwa hendaknya memperhatikan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.KMA/155/X/1981 tanggal 19 Oktober 1981.
5. Apabila Terdakwa diputus bebas dari segala dakwaan atau lepas dari segala tuntutan hukum, biaya perkara dibebankan kepada negara dengan kata lain Terdakwa tidak dipungut biaya perkara.
6. Dalam hal Terdakwa dan atau Oditur Penuntut Umum mengajukan permohonan banding, Panitera membuat Akte permohonan banding.
Apabila sidang Pengadilan akan ditutup karena pemeriksaan dan proses pengadilan telah selesai, Hakim Ketua mengucapkan putusan.
7. Petikan putusan diberikan kepada Terdakwa atau Penasihat Hukumnya segera setelah putusan dijatuhkan. Salinan putusan diberikan kepada Oditur sedangkan kepada Terdakwa atau Penasihat Hukumnya diberikan atas permintaan. Petikan putusan dan salinan putusan dikirimkan kepada Babinkum TNI dan Kadilmiltama pada kesempatan pertama.
8. Panitera membuat Berita Acara Sidang yang memuat segala kejadian di sidang yang ber-hubungan dengan pemeriksaan itu, juga memuat hal-hal yang penting dari keterangan Terdakwa, saksi dan ahli, kecuali jika Hakim ketua menyatakan bahwa ini cukup ditunjuk kepada keterangan dalam berita acara pemeriksaan permulaan dengan menyebutkan perbedaan yang terdapat antara yang satu dengan yang lainnya.
9. Setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, Panitera membuat Akte putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, disampaikan kepada Terdakwa dan Oditur serta yang berkepentingan. Akte tersebut dan petikan putusan merupakan dasar pelaksanaan putusan Hakim.
Pelaksanaan Putusan Pengadilan
a. Bahwa putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, pelaksanaannya dilakukan oleh Oditur yang untuk itu Panitera mengirimkan salinan putusan kepadanya.
b. Mendahului salinan putusan sebagaimana yang dimaksud diatas, Oditur melaksananakan putusan pengadilan berdasarkan petikan putusan.
c. Pelaksanaan pidana mati dilakukan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak dimuka umum.
d. Pidana penjara atau kurungan dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Militer atau ditempat lain menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
e. Dalam hal Terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana penjara atau sejenis, sebelum menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, pidana tersebut mulai dijalan kan dengan pidana yang dijatuhkan terlebih dahulu.
f. Apabila Terpidana dipecat dari dinas keprajuritan, pidana (sudah BHT) sebagaimana di-maksud diatas dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Umum.
g. Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat, pelaksanaannya dilakukan dengan pengawasan serta pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut ketentuan Undang-undang Nomor 31 tahun 1997.

2 komentar:

rezky mengatakan...

blog anda sangat berguna. kalau boleh tau, apa boleh saya mengetahui buku yang anda gunakan dalam pembuatan blog tersebut? karena untuk kepentingan tugas akhir saya. terima kasih sebelumnya.

faktabiruuu mengatakan...

trimakasih, sdah berkunjung. gak juga mas ini masih tahap belajar.
aku belajarnya otodidak dari lihat2 pnduan cara membuat blog di internet.