Rabu, 19 Januari 2011

sistem produksi dalam islam


A. Pengertian Produksi
Terminologi produksi di dalam fikih Umar adalah islahul maal (memperbaiki harta), kasab (berusaha), imarah (memakmurkan), dan ihtiraf (bekerja).
Produksi merupakan suatu proses atau siklus kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu dengan memanfaatkan sector-sektor produksi dalam waktu tertentu, dengan cri-ciri sebagai berikut:
1. Kegiatan yang menghasilkan manfaat (utility).
2. Memaksimumkan keuntungan, yakni usaha memperbaiki kondisi material dan moralitas sebagai sarana mencapai tujuan hidup sesuai syari’at islam, kebahagiaan dunia akhirat.
3. Penekanannya pada kemashlahatan, yang tidak mementingkan keuntungan pribadi saja, tetapi kemashlahatan bagi masyarakat juga.
Dalam usahanya, seorang produsen memperoduksi barang-barang yang diperlukan masyarakat dan memperoleh keuntungan dari usaha tersebut. Masalah pokok yang harus dipecahkan produsen adalah bagaimana komposisi dari factor-faktor produksi yang digunakan, dan untuk masing-masing factor tersebut berapakah jumlah yang akan digunakan. Didalam memecahkan persoalan ini dua aspek yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Komposisi factor produksi yang bagaimana bagi seorang muslim untuk menciptkan tingkat produksi yang tinggi? Atau
2. Komposisi factor produksi yang bagaimana seorang muslim untuk meminimumkan biaya produksi yang dikeluarkan untu mencapai suatu tingkat produksi tertentu?
Kaitan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi dinamakan fungsi produksi. Factor-faktor produsi dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu: tenaga kerja, tanah, modal, dan organisasi.
Secara umun, produksi dapat berarti segala bentuk aktifitas ekonomi yang mendatangkan kemanfaatan, termasuk dalam bentuk jasa.
Sesungguhnya makna luas produksi ini akan berdampak praktis dalam karakteristik ekonomi islam. Makna manfaat dalam ranah perekonomian islam berbeda dengan makna manfaat dalam ekonomi konvensional. Perbedaan ini dapat dilihat dari karakteristik manfaat dalam ekonomi islam, yakni:
1. Dibenarkan syari’ah.
2. Tidak mengandung unsur madlarat.
3. Manfaat dalam ekonomi islam diorientasikan pada manfaat dunia dan akhirat.
B. Produksi dalam Pandangan Islam
Prinsip dasar ekonomi islam adalah keyakinan kepada Allah SWT sebagai Rabb dari alam semesta. Hal ini dapat dilihat dari firman-Nya:
1. QS. Al-Jatsiyah: 13
وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِّنْهُ ۚ إِنَّ فِي ذَ‌ٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.”

Dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolut dari ALLah sebagai Rabb alam semesta, maka konsep produksi dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan dunia, tetapi lebih memaksimalkan keuntungan akhirat.
2. QS. Al-Qashash: 77
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Ayat diatas telah mengingatkan manusia bahwa kesejahteraan akhirat bisa dicapai tanpa melupakan urusan dunia. Dengan kata lain, bahwa urusan dunia merupakan sarana untuk memperoleh kebahagiaan akhirat.



3. QS. Al-Baqarah: 29
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”

Firman Allah yang senada dengan ayat produksi adalah: QS. 15:20, 43:10, 20:53, 7:10, 67:15.

C. Tujuan Produksi
Secara umum, menurut Islam tujuan produksi adalah mencapai falah (kebahagiaan) hakiki, yaitu:

1. Memenuhi kewajiban menjadi khalifah di bumi, sebagai bentuk ibadah kepada Allah.
2. Memenuhi kebutuhan hidup pribadi dan keluarga.
3. Sarana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa.
4. Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin sesuai syara’.
5. Melindungi harta dan mengembangkannya.
6. Memanfaatkan SDM maupun SDA yang ada.
D. Unsur-unsur produksi
Pada dasarnya produksi dilihat dari tiga hal, yaitu:
1. Apa yang diproduksi.
2. Bagaimana memproduksinya.
3. Untuk siapa barang/jasa diproduksi.
Cara pandang ini bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan produksi cukup layak untuk mencapai skala ekonomi. Adapun produksi yang baik adalah produksi yang dalam prosesnya terdapat hubungan teknis antara factor produksi (input) dan hasil produksi (output). Ilmu ekonomi menggolongkan factor produksi sebagai berikut:
1. Capital (termasuk di dalamnya tanah, gedung, mesin dll).
2. Materials (bahan baku dan factor penunjang, seperti listrik, air dll).
3. Labor (manusia/tenaga kerja).
4. Entrepreneurship (kewirausahaan/manajemen).
Dan menurut Yusuf Qardlawi, factor produksi yang utama menurut al-Qur’an adalah alam dan kerja manusia. Produksi merupakan perpaduan harmonis antara alam dengan manusiademi kemakmuran hidup. Firman Allah dalam QS. Huud: 61
     
“…Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya…..”

E. Konsep Produksi menurut Al-Qur’an dan Hadits
Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi sebagai berikut:
1. Tugas manusia di muka bumi adalah sebagai kholifah Allah, berarti bertanggung jawab untuk memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya.
2. Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi, karena Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan pada penelitian atau eksperimen dan perhitungan.
3. Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia sesuai syara’ Sabda Nabi: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.”
4. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya Islam menyukai kemudahan, menghindari madlarat dan memaksimalkan manfaat.
F. Prinsip-prinsip Produksi Ekonomi Islam
Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam, dimana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu sendiri. Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari falah (kebahagiaan) demiian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna falah tersebut.
Adapun prinsip-prinsip produksi yang perlu diperhatikan dalam ekonomi islam adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai islami, yaitu sesuai dengan maqashid syari’ah, yakni menjaga iman, jiwa, akal, nasab dan harta.
2. Prioritas utama produksi harus sesuai dengan dengan prioritas kebutuhan, yaitu dharuriyah (kebutuhan primer), hajiyah (kebutuhan sekunder) dan tahsiniyah (kebutuhan tersier).
3. Mengelola SDA secara optimal, mencegah kerusakan di muka bumi, dan memelihara keserasian dengan ketersediaan SDA.
4. Meningkatkan kualitas SDM, baik kualitas spiritual, maupun mental dan fisik.
5. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
6. Kegiatan Produksi harus memperhatikan keadilan, aspek social kemasyarakatan.
7. Distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip produksi dalam ekonomi islam tidak terlepas dari aspek:

1. Akidah (keyakinan)
Akidah mendorong keyakinan produsen bahwa aktivitasnya dalam perekonomian baik hasil usaha, keuntungan, dan rezeki yang diperolehnya semata-mata karena pertolongan Allah dan takdir-Nya.
2. Ilmu. Aktivitas perekonomian dilarang keras apabila tidak memiliki landasan ilmu hukum syariah. Firman Allah SWT dalam Alquran, “ Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang tidak sempurna akalnya dalam mengelola harta yang Allah jadikan sebagai pokok kehidupan.” (QS. An-Nisa: 4)
3. Amal dan akhlak
Hal ini menekankan tentang kehalalan sumber produksi dan menghimbau masyarakat agar menjauhi aktivitas yang haram dan subhat. Akhlak seorang produsen tidak boleh melakukan kebohongan, kecurangan, menjual atas penjualan orang lain, menimbun, dan merugikan orang lain.
4. Kualitas
Kualitas produksi tidak hanya berkaitan dengan tujuan materi semata, namun sebagai tuntunan Islam dalam seluruh bidang kehidupan.
5. Skala Prioritas Produksi
Beragamnya tujuan produksi, haruslah sesuai dengan tujuan syariah, yakni dengan memperhatikan prioritas terhadap produksi barang-barang kebutuhan primer sebelum kebutuhan sekunder dan tersier, tanpa mengabaikan keuntungan usaha dan jumlah biaya produksi.
G. Dampak Produksi Bagi Seorang Muslim
Bagi pengusaha muslim berproduksi merupakan bagian dari sikap syukur atas nikmat Allah. Anugerah Allah yang berupa alam beserta seisinya diberikan kepada manusia untuk menciptakan keharmonisan dalam hidup dan kehidupan ini. Keharmonisan akan menjadikan suasana yang lebih kondusif dalan melakukan usaha. Ada beberapa dampak yang timbul bila seorang muslim melakukan usaha sesuai dengan ajaran islam, yaitu:
1. Menimbulkan sikap syukur atas segala nikmat yang Allah berikan kepadanya. Sikap syukur ini timbul atas kesadaran bahwa apapun yang ia temui bisa digunakan sebagai input produksi, karena tidak mungkin Allah menciptakan sesuatu tanpa ada manfaat yang terkandung. Namun kenyataan yang terjadi masih adanya sumber input produksi belum dimanfaatkan ini menandakan manusia belum bisa memanfatkanya .
2. Ajaran islam menjadikan manusia tidak mudah putus asa dalam produksi karena suatu alasan tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya sehingga produksi dalam islam akan mendorong seorang muslim untuk melakukan usaha yang lebih kreatif. Seorang muslim menyakini bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kau itu sendiri mengubahnya.
3. Seorang muslim akan menjauhi praktek produksi yang merugikan orang lain atau kepentingan-kepentingan sesaat, misalnya riba. Secara teoritik menunjukkan praktek riba mendorong inefisiensi terbukti tinggi biaya yang dikenakan untuk produksi dibandingkan dengan bagi hasil dan output yang dikeluarkan pun lebih kecil disbanding dengan sistem bagi hasil.
4. Keuntungan dikenakan didasarkan atas keuntungan yang tidak merugikan produsen atau konsumen yang lain. Keuntungan didasarkan atas upaya untuk mentimulir pasar. Oleh karena itu, keuntungan pengusaha muslim didasarkan atas prinsip kemanfaatan (maslahah)
5. Zakat merupakan bagian yang digunakan produsen dalam merangsang terjadinya optimalisasi produksi. Usaha menaikkan output produksi merupakan konsekuensi dari seorang pengusaha untuk konsisten dalam membayar zakat. Disamping itu, zakat akan meningkatkan daya beli masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan output produksi perusahaan.




0 komentar: